Penyimpangan dan Pengendalian Sosial Perundingan Terhadap Anak Remaja Sekolah di Indonesia

 

PENYIMPANGAN DAN PENGENDALIAN SOSIAL PERUNDUNGAN TERHADAP ANAK REMAJA SEKOLAH DI INDONESIA

Erma Annisa Dzakirah

08201027

            Penyimpangan sosial merupakan sesuatu yang sering kali dilihat dan rasakan oleh setiap insan manusia dalam kehidupan sehari-hari namun, banyak oknum yang melakukan penyimpangan tersebut kerap kali tidak sadar jika aktivitas yang dilakukan merupakan sebuah penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial sendiri memiliki makna perilaku yang menyimpang dari norma-norma dan nilai-nilai sosial yang ada di dalam keluarga dan masyarakat yang menyebabkan memudarnya ikatan atau solidaritas suatu kelompok, serta dapat dilakukan siapa saja, baik secara individu maupun kelompok. Berbicara tentang penyimpangan sosial yang kerap terjadi di ranah pendidikan pastinya tidak jauh dari kata bullying atau perundungan yang nampaknya sudah mendarah daging di kancah pendidikan bumi pertiwi.

Bullying atau perundungan adalah masalah sosial yang meluas yang diyakini telah mempengaruhi sekitar sepertiga siswa dalam hidup mereka. Selain itu, bullying mempengaruhi individu tanpa memandang jenis kelamin, usia, dan kebangsaan meskipun frekuensi bullying tertinggi terjadi selama sekolah menengah. (Zakiyah, Humaedi, & Santoso, 2017).

“Kutu buku” sering menjadi sasaran pelaku intimidasi dan tampaknya hal ini disebabkan pengaruh budaya sekolah yang mendorong tumbuhnya kerumunan atau geng yang membawa identitas bergengsi, seperti kaya dan populer. Memang, di lingkungan sekolah, adalah hal yang biasa bagi siswa untuk dikelompokkan ke dalam kelompok tertentu oleh rekan-rekan mereka berdasarkan reputasi dan karakteristik yang mereka miliki yang sesuai dengan stereotip kelompok tersebut (Nurhadiyanto, 2020). Label "kutu buku" mengacu pada salah satu grup yang paling tidak disukai di sekolah. Kutu buku adalah orang yang memiliki salah satu, atau kombinasi dari, karakteristik berikut: cerdas, ambisius, memiliki nilai bagus, rajin belajar, pemalu, memiliki sedikit teman, tidak modis, tidak atletis, kurus, tidak menarik secara fisik, atau memiliki ciri fisik yang menonjol seperti hidung yang menonjol (Rentzsch, Schröder-Abé, & Schütz, 2013). Karena mereka berada di hierarki terbawah dari budaya sekolah, kutu buku biasanya diperlakukan sebagai orang buangan sosial di sekolah dan diberi label dengan stigma sosial yang setara dengan "memiliki penyakit menular" (Nurrohman, 2020).

 Takizawa, Maughan, & Arseneault (2014) menjelaskan bahwa orang-orang yang pernah di-bully saat masih muda cenderung membawa efek negatif bullying hingga dewasa. Menurut Takizawa dkk. (2014), mereka yang ditindas saat masih muda terus membawa bekas luka dari masalah ini bahkan saat mereka mencapai usia 50 tahun. Misalnya, individu yang ditindas terus menunjukkan kesehatan yang lebih buruk dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang tidak ditindas. Di antara orang tua yang telah diintimidasi ketika mereka masih muda, insiden kecemasan, depresi, dan ide bunuh diri lebih tinggi daripada mereka yang tidak mengalami intimidasi (Takizawa, Maughan, & Arseneault, 2014). Individu yang diintimidasi memiliki pola pencapaian pendidikan yang rendah serta fungsi kognitif yang lebih lemah dibandingkan dengan orang yang tidak diintimidasi (Takizawa, Maughan, & Arseneault, 2014). Orang tua yang pernah mengalami bullying kurang mampu mempertahankan hubungan yang sehat, romantis atau sebaliknya (Takizawa, Maughan, & Arseneault, 2014). Di masa lalu, masyarakat lebih toleran terhadap bullying di kalangan anak muda berdasarkan keyakinan bahwa fenomena ini hanyalah ritus peralihan.

Korban bullying pun dapat mengalami masalah kesehatan seperti cedera fisik, atau mereka dapat melibatkan efek jangka panjang, seperti sakit kepala, gangguan tidur, atau somatisasi.1 Namun, konsekuensi fisik jangka panjang dari bullying bisa sulit untuk diidentifikasi. dan kaitannya dengan perilaku bullying di masa lalu versus akibat dari penyebab lain seperti kecemasan atau peristiwa masa kanak-kanak yang merugikan lainnya yang juga dapat memiliki efek fisik hingga dewasa (Putri, 2020). Meskipun anak-anak yang dibully berisiko bunuh diri, bullying saja bukanlah penyebabnya. Banyak masalah yang berkontribusi terhadap risiko bunuh diri, termasuk depresi, masalah di rumah, dan riwayat trauma. Selain itu, kelompok tertentu memiliki peningkatan risiko bunuh diri, termasuk Indian Amerika dan Penduduk Asli Alaska, Asia Amerika, lesbian, gay, biseksual, dan remaja transgender. Risiko ini dapat meningkat lebih lanjut ketika anak-anak ini tidak didukung oleh orang tua, teman sebaya, dan sekolah. Bullying dapat memperburuk situasi yang tidak mendukung (Prasasti, 2018).

Dari narasi yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa bullying membawa dampak yang sangat siginifikan baik secara fisik maupun psikis korban yang mendapat perlakuan tersebut. Adapun penanganan yang dapat dilakukan guna mencegah terjadinya perundungan yaitu:

 

1.      Pengendalian sosial preventif

    Pengendalian sosial preventif merupakan sebuah tindakan pencegahan dengan tujuan untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya hal yang tidak diinginkan. Kasus perundungan sendiri marak terjadi karena pelaku perundungan memiliki masalah keluarga, stress, atau trauma. Pengendalian sosial preventif diperlukan agar calon pelaku perundungan tidak melakukan bullying di masa mendatang dengan cara konseling yang dapat dibina oleh guru konseling (BP).

2.      Pengendalian sosial represif

    Pengendalian sosial represif merupakan pemulihan keadaan yang menyimpang agar kembali ke kondisi semula. Dalam kasus perundungan diperlukan adanya peneguran baik secara tertulis maupun secara lisan agar pelaku perundungunan sadar dan tidak melakukan penyimpangan berupa perundungan lagi. Untuk pengendalian tipe tersebut dapat dilakukan oleh siapapun yang melihat aksi perundungan terjadi terlepas dari gelar maupun jabatan yang dimiliki karena perundungan tidak dibenarkan untuk dilakukan dalam kondisi apapun baik dalam dunia pendidikan maupun di kehidupan sehari-hari.

3.      Pengendalian sosial persuasif

    Pengendalian sosial persuasif merupakan proses pengendalian sosial dengan mengajak, membujuk, dan membimbing sehingga pelaku penyimpangan tidak melakukan penyimpangan itu lagi. Pada kasus perundungan tentu saja pelaku perundungan harus diajak dan dibujuk serta dibimbing agar tidak melakukan penyimpangan berupa perundungan lagi. Dalam lingkup sekolah hal tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan konseling, dan melakukan kampanye anti bullying untuk mengajak dan mencegah para siswa agar tidak melakukan tindak perundungan. 

4.      Pengendalian sosial koersif

    Pengendalian sosial koersif merupakan proses pengendalian sosial dengan memberikan tekanan, paksaan maupun kekerasan terhadap pelaku penyimpangan. Dalam kasus perundungan pengendalian sosial koersif sangat sering dilakukan dikarenakan pelaku perundungan sudah diberikan pengendalian sosial represif namun tidak diacuhkan. Pengendalian sosial koersif juga sangat efektif dalam pengendalian kasus perundungan dikarenakan pelaku perundungan yang biasanya memiliki sifat cenderung keras kepala. Biasanya pengendalian sosial koersif dapat ditemukan dalam sekolah berupa paksaan untuk keluar sekolah atau skorsing yang dilakukan pelaku perundungan.

            Pengendalian-pengendalian sosial tersebut diharapkan dapat mencegah dan menekan angka perundungan yang terjadi pada anak remaja sekolah di Indonesia. Perlu diingat bahwa pengendalian-pengendalian tersebut akan efektif jika dari pelaku maupun calon pelaku ingin mengubah diri dan mengubah pola pikir agar hal tesebut tidak terlintas dalam benak mereka dan jika hal tersebut telah dilakukan terdapat kemauan untuk berhenti melakukan penyimpangan sosial tersebut.

Akhir kata yang dapat disampaikan oleh penulis adalah bullying dapat mempengaruhi semua orang—mereka yang di-bully, mereka yang mem-bully, dan mereka yang menyaksikan bullying. Bullying terkait dengan banyak hal negatif termasuk dampak pada kesehatan mental, penggunaan narkoba, dan bunuh diri. Penting untuk berbicara dengan pelaku perundungan untuk mengetahui motif terjadinya penyimpangan sosial tersebut terjadi agar dapat ditindak lebih lanjut sesuai dengan masalah yang dialami. Korban perundungan dapat mengalami berbagai macam masalah seperti masalah kesehatan, fisik, sosial, emosional, akademik, dan mental yang negatif. Pelaku perundungan juga dapat terlibat dalam kekerasan dan perilaku berisiko lainnya hingga dewasa. Perundungan sendiri dapat dicegah dengan cara pengendalian sosial preventif, represif, dan kurasif. Namun pengendalian-pengendalian tersebut tidak akan efektif jika tidak ada kemauan yang kuat dari pelaku perundungan untuk berhenti melakukan penyimpangan tersebut.

 

 DAFTAR PUSTAKA

Nurhadiyanto, L. (2020). Analisis Cyber Bullying dalam Perspektif Teori Aktivitas Rutin pada Pelajar SMA di Wilayah Jakarta Selatan. Jurnal IKRA-ITH Humaniora, 4(2), 113-124.

Nurrohman, N. (2020, September 8). Kutu Buku Selalu Kaku? Retrieved from The Columnist: https://thecolumnist.id/artikel/kutu-buku-selalu-kaku-1172

Prasasti, G. D. (2018, Oktober 22). Remaja LGBT Rentan Lakukan Percobaan Bunuh Diri. Retrieved from Liputan 6: https://www.liputan6.com/health/read/3673250/remaja-lgbt-rentan-lakukan-percobaan-bunuh-diri

Putri, N. H. (2020, Februari 10). Dampak Bullying Tak Hanya Sesaat, tapi Seumur Hidup. Retrieved from Sehatq: https://www.sehatq.com/artikel/dampak-bullying-tak-hanya-sesaat-tapi-seumur-hidup

Rentzsch, K., Schröder-Abé, M., & Schütz, A. (2013). Being called a ‘Streber’: The roles of personality and competition in the labelling of acad. Retrieved from Onlinelibrary: https://onlinelibrary.wiley.com/journal/10.1002/(ISSN)1099-0984

Takizawa, R., Maughan, B., & Arseneault, L. (2014). Adult health outcomes of childhood bullying victimization: evidence from a five-decade longitudinal British birth cohort. American Journal of Psychiatry. Retrieved from https://ajp.psychiatryonline.org/data/Journals/AJP/0/appi.ajp.2014.13101401.pdf

Zakiyah, E. Z., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan Bullying. Jurnal Penelitian & PPM, 4(2), 129-389. Retrieved from http://journal.unpad.ac.id/prosiding/article/viewFile/14352/6931

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Esai Debat dengan Mosi "Pemerintah akan Melegalkan Narkoba"

Cuplikan KTI