Penyimpangan dan Pengendalian Sosial Perundingan Terhadap Anak Remaja Sekolah di Indonesia
PENYIMPANGAN DAN PENGENDALIAN
SOSIAL PERUNDUNGAN TERHADAP ANAK REMAJA SEKOLAH DI INDONESIA
Erma Annisa Dzakirah
08201027
Penyimpangan
sosial merupakan sesuatu yang sering kali dilihat dan rasakan oleh setiap insan
manusia dalam kehidupan sehari-hari namun, banyak oknum yang melakukan
penyimpangan tersebut kerap kali tidak sadar jika aktivitas yang dilakukan
merupakan sebuah penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial sendiri memiliki
makna perilaku yang menyimpang dari norma-norma dan nilai-nilai sosial yang ada
di dalam keluarga dan masyarakat yang menyebabkan memudarnya ikatan atau
solidaritas suatu kelompok, serta dapat dilakukan siapa saja, baik secara
individu maupun kelompok. Berbicara tentang penyimpangan sosial yang kerap
terjadi di ranah pendidikan pastinya tidak jauh dari kata bullying atau perundungan yang nampaknya sudah mendarah daging di
kancah pendidikan bumi pertiwi.
Bullying
atau perundungan adalah masalah sosial yang meluas yang diyakini telah
mempengaruhi sekitar sepertiga siswa dalam hidup mereka. Selain itu, bullying mempengaruhi individu tanpa
memandang jenis kelamin, usia, dan kebangsaan meskipun frekuensi bullying tertinggi terjadi selama
sekolah menengah.
“Kutu
buku” sering menjadi sasaran pelaku intimidasi dan tampaknya hal ini disebabkan
pengaruh budaya sekolah yang mendorong tumbuhnya kerumunan atau geng yang
membawa identitas bergengsi, seperti kaya dan populer. Memang, di lingkungan
sekolah, adalah hal yang biasa bagi siswa untuk dikelompokkan ke dalam kelompok
tertentu oleh rekan-rekan mereka berdasarkan reputasi dan karakteristik yang
mereka miliki yang sesuai dengan stereotip kelompok tersebut
Takizawa,
Maughan, & Arseneault (2014) menjelaskan bahwa orang-orang yang pernah di-bully saat masih muda cenderung membawa
efek negatif bullying hingga dewasa.
Menurut Takizawa dkk. (2014), mereka yang ditindas saat masih muda terus
membawa bekas luka dari masalah ini bahkan saat mereka mencapai usia 50 tahun.
Misalnya, individu yang ditindas terus menunjukkan kesehatan yang lebih buruk
dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang tidak ditindas. Di antara orang tua
yang telah diintimidasi ketika mereka masih muda, insiden kecemasan, depresi,
dan ide bunuh diri lebih tinggi daripada mereka yang tidak mengalami intimidasi
Korban
bullying pun dapat mengalami masalah
kesehatan seperti cedera fisik, atau mereka dapat melibatkan efek jangka
panjang, seperti sakit kepala, gangguan tidur, atau somatisasi.1 Namun,
konsekuensi fisik jangka panjang dari bullying
bisa sulit untuk diidentifikasi. dan kaitannya dengan perilaku bullying di masa lalu versus akibat dari
penyebab lain seperti kecemasan atau peristiwa masa kanak-kanak yang merugikan
lainnya yang juga dapat memiliki efek fisik hingga dewasa
Dari
narasi yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa bullying membawa dampak yang sangat siginifikan baik secara fisik
maupun psikis korban yang mendapat perlakuan tersebut. Adapun penanganan yang
dapat dilakukan guna mencegah terjadinya perundungan yaitu:
1. Pengendalian
sosial preventif
Pengendalian sosial
preventif merupakan sebuah tindakan pencegahan dengan tujuan untuk mencegah dan
mengurangi kemungkinan terjadinya hal yang tidak diinginkan. Kasus perundungan
sendiri marak terjadi karena pelaku perundungan memiliki masalah keluarga,
stress, atau trauma. Pengendalian sosial preventif diperlukan agar calon pelaku
perundungan tidak melakukan bullying di
masa mendatang dengan cara konseling yang dapat dibina oleh guru konseling (BP).
2. Pengendalian
sosial represif
Pengendalian sosial represif
merupakan pemulihan keadaan yang menyimpang agar kembali ke kondisi semula.
Dalam kasus perundungan diperlukan adanya peneguran baik secara tertulis maupun
secara lisan agar pelaku perundungunan sadar dan tidak melakukan penyimpangan
berupa perundungan lagi. Untuk pengendalian tipe tersebut dapat dilakukan oleh
siapapun yang melihat aksi perundungan terjadi terlepas dari gelar maupun
jabatan yang dimiliki karena perundungan tidak dibenarkan untuk dilakukan dalam
kondisi apapun baik dalam dunia pendidikan maupun di kehidupan sehari-hari.
3. Pengendalian
sosial persuasif
Pengendalian sosial persuasif merupakan proses pengendalian sosial dengan mengajak, membujuk, dan membimbing sehingga pelaku penyimpangan tidak melakukan penyimpangan itu lagi. Pada kasus perundungan tentu saja pelaku perundungan harus diajak dan dibujuk serta dibimbing agar tidak melakukan penyimpangan berupa perundungan lagi. Dalam lingkup sekolah hal tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan konseling, dan melakukan kampanye anti bullying untuk mengajak dan mencegah para siswa agar tidak melakukan tindak perundungan.
4. Pengendalian
sosial koersif
Pengendalian sosial koersif
merupakan proses pengendalian sosial dengan memberikan tekanan, paksaan maupun
kekerasan terhadap pelaku penyimpangan. Dalam kasus perundungan pengendalian
sosial koersif sangat sering dilakukan dikarenakan pelaku perundungan sudah
diberikan pengendalian sosial represif namun tidak diacuhkan. Pengendalian
sosial koersif juga sangat efektif dalam pengendalian kasus perundungan
dikarenakan pelaku perundungan yang biasanya memiliki sifat cenderung keras
kepala. Biasanya pengendalian sosial koersif dapat ditemukan dalam sekolah
berupa paksaan untuk keluar sekolah atau skorsing
yang dilakukan pelaku perundungan.
Pengendalian-pengendalian sosial
tersebut diharapkan dapat mencegah dan menekan angka perundungan yang terjadi
pada anak remaja sekolah di Indonesia. Perlu diingat bahwa
pengendalian-pengendalian tersebut akan efektif jika dari pelaku maupun calon pelaku
ingin mengubah diri dan mengubah pola pikir agar hal tesebut tidak terlintas
dalam benak mereka dan jika hal tersebut telah dilakukan terdapat kemauan untuk
berhenti melakukan penyimpangan sosial tersebut.
Akhir
kata yang dapat disampaikan oleh penulis adalah bullying dapat mempengaruhi semua orang—mereka yang di-bully,
mereka yang mem-bully, dan mereka yang menyaksikan bullying. Bullying
terkait dengan banyak hal negatif termasuk dampak pada kesehatan mental,
penggunaan narkoba, dan bunuh diri. Penting untuk berbicara dengan pelaku
perundungan untuk mengetahui motif terjadinya penyimpangan sosial tersebut
terjadi agar dapat ditindak lebih lanjut sesuai dengan masalah yang dialami. Korban
perundungan dapat mengalami berbagai macam masalah seperti masalah kesehatan, fisik,
sosial, emosional, akademik, dan mental yang negatif. Pelaku perundungan juga
dapat terlibat dalam kekerasan dan perilaku berisiko lainnya hingga dewasa.
Perundungan sendiri dapat dicegah dengan cara pengendalian sosial preventif,
represif, dan kurasif. Namun pengendalian-pengendalian tersebut tidak akan
efektif jika tidak ada kemauan yang kuat dari pelaku perundungan untuk berhenti
melakukan penyimpangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Nurhadiyanto, L. (2020). Analisis Cyber Bullying
dalam Perspektif Teori Aktivitas Rutin pada Pelajar SMA di Wilayah Jakarta
Selatan. Jurnal IKRA-ITH Humaniora, 4(2), 113-124.
Nurrohman,
N. (2020, September 8). Kutu Buku Selalu Kaku? Retrieved from The Columnist:
https://thecolumnist.id/artikel/kutu-buku-selalu-kaku-1172
Prasasti,
G. D. (2018, Oktober 22). Remaja LGBT Rentan Lakukan Percobaan Bunuh Diri.
Retrieved from Liputan 6:
https://www.liputan6.com/health/read/3673250/remaja-lgbt-rentan-lakukan-percobaan-bunuh-diri
Putri,
N. H. (2020, Februari 10). Dampak Bullying Tak Hanya Sesaat, tapi Seumur
Hidup. Retrieved from Sehatq:
https://www.sehatq.com/artikel/dampak-bullying-tak-hanya-sesaat-tapi-seumur-hidup
Rentzsch,
K., Schröder-Abé, M., & Schütz, A. (2013). Being called a ‘Streber’:
The roles of personality and competition in the labelling of acad.
Retrieved from Onlinelibrary:
https://onlinelibrary.wiley.com/journal/10.1002/(ISSN)1099-0984
Takizawa,
R., Maughan, B., & Arseneault, L. (2014). Adult health outcomes of
childhood bullying victimization: evidence from a five-decade longitudinal
British birth cohort. American Journal of Psychiatry. Retrieved from
https://ajp.psychiatryonline.org/data/Journals/AJP/0/appi.ajp.2014.13101401.pdf
Zakiyah,
E. Z., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Faktor yang Mempengaruhi
Remaja dalam Melakukan Bullying. Jurnal Penelitian & PPM, 4(2),
129-389. Retrieved from
http://journal.unpad.ac.id/prosiding/article/viewFile/14352/6931
Komentar
Posting Komentar